Sabtu, 23 April 2011

Swasembada Pangan


Pendahuluan

Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan,  perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain.  Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional.  Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.
Pengertian
Swasembada Pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif.

Sampai saat ini di Indonesia, masih banyak kalangan praktisi dan birokrat kurang
memahami pengertian swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Akibat dari
keadaan tersebut konsep ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan peningkatan produksi ataupun penyediaan pangan yang cukup.

Amartya Sen berhasil menggugat kesalahan paradigma kaum Maltusian yang kerap berargumentasi bahwa ketidak-ketahanan pangan dan kelaparan adalah soal produksi dan ketersediaan semata.
Sedangkan dengan mengangkat berbagai kasus di India dan Afrika, Sen mampu menunjukan bahwa ketidaktahanan pangan dan kelaparan justru kerap terjadi karena ketiadaan akses atas pangan bahkan ketika produksi pangan berlimpah, ibarat “tikus mati di lumbung padi”.

Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti dan akademisi menyadari bahwa
kerawanan pangan terjadi dimana situasi pangan tersedia tetapi tidak mampu diakses
rumah tangga karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki (pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya).
Hal ini konsisten dengan pendapat Sen (1981) bahwa produksi pangan bukan determinan tunggal ketahanan pangan, melainkan hanyalah salah satu faktor penentu.

Swasembada Pangan
Lingkup : Nasional
Sasaran : Komoditas pangan Manusia
Strategi : Substitusi impor
Output : Peningkatan produksi pangan
Outcome : Kecukupan pangan oleh produk domestik

Ketahanan Pangan
Lingkup : Rumah tangga dan individu
Sasaran : Manusia
Strategi : Peningkatan ketersediaan pangan, akses pangan dan penyerapan pangan
Output : Status Gizi (penurunan kelaparan , gizi kurang dan gizi buruk)
Outcome : Manusia Sehat dan Produktif (Angka Harapan Hidup Tinggi).

Ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi
dan sosial
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari:
(1)tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman;
(3) merata; dan (4) terjangkau.
Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan
pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan
pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman,
ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus
tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah
diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

SUB SISTEM KETAHANAN PANGAN
Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan.
Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Jika salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, namun jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.
Pencapaian hasil sektor pertanian
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen.  Selain itu berdasarkan data kemiskinan  tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006-2008 dengan pertumbuhan sebesar 2,52 persen per tahun. Dengan kinerja yang kundusif seperti itu, neraca perdagangan  komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-rata pertumbuhan 29,29 persen per tahun.

Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian  1,56%/tahun, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24%/tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya sekitar 0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain.

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009.  Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.

Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton).  Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Selanjutnya, produksi kedele  juga meningkat 2,98% per tahun dari 723 ribu ton biji kering tahun 2004 menjadi 761 juta ton biji kering tahun 2008 (ARAM III).

Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.

Untuk komoditas sumber pangan lainnya, produksi gula/tebu juga meningkat 6,76% per tahun dari 2,05 juta ton tahun 2004 menjadi 2,85 juta ton tahun 2008 (ARAM III). Demikian juga untuk komoditas daging sapi, baik dari segi populasi maupun produksi daging meningkat cukup besar. Peningkatan populasi ternak mencapai 12,75% (dari 10,5 juta ekor tahun 2004 menjadi 11,87 juta ekor tahun 2008), sedangkan produksi daging sapi meningkat 3,83% (dari 339,5 ribu ton menjadi 352,4 ribu ton).

Jika dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN, produksi dan produktivitas pangan strategis Indonesia relatif lebih tinggi.

Strategi kebijakan pembangunan pertanian

Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui sistem pertanian industrial. Secara operasional pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Kebijakan dan program pembangunan pertanian jangka panjang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan selanjutnya dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan, Departemen Pertanian telah menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Pertanian Jangka Panjang (2005 - 2025), Jangka Menengah (2005-2009) dan tahunan. Adapun sasaran jangka panjang pembangunan pertanian, adalah : (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri;  (3) Terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat pertanian serta (4)  Terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian dan tercapainya pendapatan petani US$ 2500/kapita/tahun.
  
Tujuan jangka menengah pembangunan pertanian (2005-2009) adalah : (1) membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5) menumbuh-kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.

Untuk pencapaian tujuan tersebut pemerintah menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai program/kegiatan pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, ada tiga kebijakan utama yang diimplementasikan Departemen Pertanian, yaitu:  (1) Peningkatan Produksi Pangan dan Akses Rumah Tangga terhadap Pangan; (2) Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk Pertanian; (3) Perluasan Kesempatan Kerja dan Diversifikasi Ekonomi Perdesaan.

Selanjutnya, dalam implementasi kebijakan-kebijakan tersebut ada dua strategi besar yang ditempuh Departemen Pertanian. Pertama, memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui Panca Yasa, ditempuh dengan strategi : (1) Penyediaan/perbaikan infrastruktur; (2)  Penguatan kelembagaan; (3) Perbaikan sistem penyuluhan; (4) Penanganan pembiayaan pertanian; (5) Fasilitasi pemasaran hasil pertanian
Kedua, melakukan Akselerasi pembangunan pertanian, yang ditempuh melalui strategi, yaitu: a) melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat, b) padanan satu desa – satu penyuluh, c) sinergisme seluruh potensi sumberdaya, d) fokus komoditas, e) perencanaan berdasarkan master plan  dan road map, f) penguatan Sistem Monitoring dan Data Base, dan g) pengarusutamaan gender dan pendekatan sosial budaya.

Dengan beragamnya jenis komoditas pertanian yang tumbuh di Indonesia, diperlukan strategi yang tepat dalam menentukan pilihan komoditas yang prioritas untuk dikembangkan. Prioritas penanganan difokuskan pada komoditas pertanian yang secara nasional dapat memberikan dampak nyata dan dirasakan hasilnya oleh petani, maupun masyarakat konsumen.  Sehubungan itu, telah dirumuskan lima komoditas pangan utama yang diprioritaskan dengan sasaran akhir sebagai berikut:  (a) padi dengan sasaran swasembada berkelanjutan; (b) jagung dengan sasaran swasembada tahun 2007-2008; (c) kedele dengan sasaran swasembada tahun 2015; (d) gula dengan sasaran swasembada tahun 2009; dan (e) daging sapi dengan sasaran mencapai kecukupan tahun 2010.

Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pertanian

Tantangan dan permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya persoalan-persoalan baru.  Walaupun dihadapkan pada berbagai permasalahan dan hambatan, sektor pertanian telah mampu menunjukkan keberhasilan dan perkembangan yang menggembirakan.
  
Khusus untuk masalah lahan pertanian, rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau Jawa. Antara tahun 1978 – 1998, misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha.  Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumberdaya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen sedangkan pangsa produksi berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk memproduksi padi. Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan. Yang segera akan terjadi adalah alih fungsi lahan sawah tersebut ke penggunaan lain (pertanian lahan kering ataupun ke peruntukan non pertanian).

Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi sawah 4,78 persen (Tahun 2003-2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah sebesar 2,47 persen.  Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi. Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang cukup besar dalam pembangunan pertanian, dimana selama periode 2002-2007, rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur) yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen.  Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%).

Tidak hanya dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam kebijakan insentif harga juga dilakukan seperti pada kebijakan insentif harga yang dapat dilihat dari peninjauan HPP setiap tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan HPP gabah sebesar 10% akan mendorong peningkatan harga beras sebesar  8,1%. Peningkatan harga beras 10% akan  meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 1%.  Peningkatan harga beras 10% meningkatkan inflasi 0,52%. Inilah tantangan secara makro dalam perekonomian nasional bagaimana disatu sisi dapat meningkatkan harga untuk kepentingan petani namun dipihak lain ada sebagian masyarakat merasa dirugikan.  Walaupun demikian keberhasilan pembangunan pertanian bisa mengakibatkan jumlah rumah tangga petani khususnya rumah tangga petani padi dan palawija meningkat sebesar 4,06 persen.

Beberapa kebijakan pokok yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi pangan tersebut adalah: (a) Pengawalan Dan Bantuan Sarana Produksi: benih/bibit unggul, pupuk, alat mesin pertanian, obat hewan; (b) Bantuan Permodalan: fasilitas kredit kkp-E, BLM- KIP, PUAP, DPM-LUEP, KP-ENRP, LM3, PMUK; (C) Perbaikan Infrastruktur Pertanian: perluasan Areal, JITUT, JIDES, TAM, jalan usaha tani, embung, pengembangan irigasi air tanah; (d) Fasilitasi Pengembangan Pasar dan Peningkatan Mutu Produk; (e) Inovasi dan Percepatan Diseminasi Teknologi; (f) Pendampingan dan pengawalan intensif: SL PHT, SL PHP,  SL Iklim, penyuluh, tokoh masyarakat, aparat; (g) Penyediaan Dana Tanggap Darurat;  dan (h) Koordinasi Intensif  Pusat - Daerah.


Sumber :

Jumat, 15 April 2011

Penanaman Modal Asing

Pendahuluan

Penanaman modal asing meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Pengertian
Investasi (Penanaman Modal) adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi merupakan tambahan stok barang modal tahan lama yang akan memperbesar peluang produksi di masa mendatang. Salah satu peranan yang sangat penting untuk menjalankan suatu perekonomian adalah investasi, karena merupakan salah satu faktor penentu dari keseluruhan tingkat output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Apabila penemuan-penemuan baru atau pembebanan pajak yang ringan atau pasar-pasar yang semakin berkembang memberikan insentif bagi investasi-investasi yang ada, yang membuat permintaan agregat meningkat sementara output dan kesempatan kerja tumbuh dengan cepat. Penggunaan tenaga kerja penuh dapat dicapai dengan cara menaikkan jumlah investasi oleh para pengusaha. Bila investasi tidak mencapai tingkat tersebut pengangguran akan berlaku. Investasi juga merupakan pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Sekali investasi diputuskan maka perusahaan akan terikat pada jalan panjang di masa yang akan datang yang sudah dipilih, dan yang tidak mudah disimpangi. Investasi banyak mengandung resiko dan ketidakpastian.

Penanaman Modal Asing
Yang dimaksud dengan penanaman modal asing (PMA)
berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1967 jo.No.11 Tahun 1970
tentang Penanaman Modal Asing adalah penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan
Undang-undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara
langsung, menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.
Pengertian modal asing antara lain:
a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru
milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke
dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari
kekayaan devisa Indonesia.
c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang
No.1 Tahun 1967 jo.No.11 Tahun 1970 diperkenankan ditransfer,
tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan Indonesia.
Di negara-negara berkembang diantaranya Indonesia, bantuan luar
negeri secara langsung berdampak positif terhadap tabungan domestik, yaitu
memberikan indikasi adanya kenaikan proporsi tabungan dari golongan
masyarakat yang memperoleh kenaikan pendapatan.

Kapan suatu Perusahaan dapat dikatakan sebagai Perusahaan PMA
a.       Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”, harus memenuhi beberapa unsur berikut (Ps. 1(3)):
Merupakan kegiatan menanam modal
b.      Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
c.        Dilakukan oleh penanam modal asing,
d.      Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Adapun bentuk penanaman modal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya (Ps. 5(3)):
a.       Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas;
b.      Membeli saham; dan
c.       Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Berdasarkan pengertian ini, maka dapat disimpulkan bahwa setiap Perusahaan yang didalamnya terdapat Modal Asing, tanpa melihat batasan jumlah modal tersebut dapat dikategorikan sebagai PMA. Sebagai contoh, sebuah perusahaan lokal (PT ABC) menjual 5% sahamnya dalam rangka penambahan modal. Selanjutnya sebuah perusahaan asing (XYZ Co. Ltd) bermaksud membeli saham tersebut. Maka setelah beralihnya saham tersebut kepada XYZ Co. Ltd, PT. ABC akan berubah menjadi PT PMA setelah melalui prosedur yang dijelaskan pada bagian 3.

Jenis usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan  PMA
Adapun jenis usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sebuah Perusahaan PMA diatur dalam Perpres No. 76 Tahun 2007 dan Perpres No. 77 Tahun 2007 jo. Perpres No.111 Tahun 2007. Adapun klasifikasi daftar bidang usaha dalam rangka penanaman modal terbagi atas:
a. Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, seperti Perjudian/Kasino,  Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keratin, prasasti, pertilasan, bangunan kuno, dll), Museum Pemerintah, Pemukiman/Lingkungan Adat, Monumen, Objek Ziarah, Pemanfaatan Koral Alam serta bidang-bidang usaha lain sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Perpres No.111 Tahun 2007.
b. Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan (Sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Perpres No.111 Tahun 2007):
1. Dicadangkan untuk  UMKMK;
2. Kemitraan;
3. Kepemilikan modal;
4. Lokasi Tertentu;
5. Perizinan khusus;
6. Modal dalam negeri 100%;
7. Kepemilikan modal serta lokasi
8. Perizinan khusus dan kepemilikan modal; dan
9. Modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus.

Prosedur pendirian Perusahaan PMA di Indonesia (Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 – Mulai berlaku 02 Januari 2010)
Prosedur pendirian perusahaan PMA dapat dibagi atas 2 bagian, yaitu:
a. Pendirian perusahaan baru;
b. Penyertaan pada perusahaan dalam negeri yang telah ada.
Adapun bentuk perusahaan PMA ini diwajibkan dalam bentuk Perseroan Terbatas (Ps.5(2) UUPM). Terhadap perusahaan PMA ini, dapat berbentuk kantor perwakilan (Representatives Office), Joint Venture ataupun bentuk-bentuk lainnya.
Adapun skema umum permohonan izin penanaman modal pada tahap pengajuan di BKPM dapat digambarkan sebagai berikut:
http://gofartobing.files.wordpress.com/2010/01/skema-21.jpg?w=584&h=359
Secara prosedural, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam pengajuan permohonan PMA atas pendirian perusahaan baru maupun penyertaan atas perusahaan PMDN yang telah ada sebelumnya, karena dengan beralihnya suatu PMDN menjadi PMA, maka PMDN tersebut harus meminta persetujuan-persetujuan layaknya mendirikan perusahaan baru. Yang berbeda hanyalah terhadap perusahaan eksisting, tidak perlu melakukan pendaftaran perusahaan (TDP dan NPWP), melainkan hanya memerlukan persetujuan Menteri dalam rangka terjadinya perubahan struktur modal.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 Perka BKPM No. 12 Tahun 2009, setiap terjadinya perubahan struktur penanaman modal wajib melakukan pendaftaran penanaman modal ke BKPM. Dalam Perka BKPM ini, perubahan-perubahan dapat mencakup:
1. Perubahan Bidang Usaha atau Produksi
2. Perubahan Investasi
3. Perubahan/Penambahan Tenaga Kerja Asing
4. Perubahan Kepemilikan saham Perusahaan PMA atau PMDN atau Non PMA/PMDN
5. Perpanjangan JWPP
6. Perubahan Status
7. Pembelian Saham Perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya
8. Penggabungan
9. Perusahaan/Merger
Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan pada saat mengajukan permohonan untuk mendirikan PMA di Indonesia adalah:
  1. Formulir yang dipersyaratkan dalam rangka penanaman modal sebagaimana diatur dalam Perka BKPM No. 12 Tahun 2009;
  2. Surat dari Instansi Pemerintah Negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan Negara yang bersangkutan dalam hal pemohon adalah pemerintah Negara lain
  3. Paspor dalam hal pemohon adalah perseorangan asing
  4. Rekomendasi visa untuk bekerja (dalam hal akan dilakukan pemasukan tenaga kerja asing)
  5. KTP dalam hal pemohon adalah warga Negara Indonesia
  6. Anggaran dasar dalam hal pemohon adalah badan usaha asing
  7. Akta pendirian dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dalam hal pemohon adalah Badan Usaha Indonesia
  8. Proses dan flow chart uraian kegiatan usaha
  9. Surat kuasa (bila ada); dan
  10. NPWP
Setelah diperolehnya persetujuan PMA dari BKPM, maka persetujuan tersebut selanjutnya akan diteruskan kepada Notaris dalam rangka perubahan Anggaran Dasar dan pembuatan Akta Jual beli Saham (bila penanaman modal tersebut dilakukan melalui jual beli saham). Setelah itu, maka proses selanjutnya adalah permohonan penyampaian persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM dengan menyertakan semua dokumen pendukung. Setelah mendapatkan Pengesahan/Persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM, maka dilanjutkat dengan permohonan Izin Usaha Tetap melalui BKPM dengan melampirkan semua dokumen yang diperlukan sebagaimana tergambar dalam skema dibawah ini:
http://gofartobing.files.wordpress.com/2010/01/skema1.jpg?w=594&h=489

Sumber :

Usaha Kecil Masyarakat (UKM)

Pendahuluan
Dalam setiap kali terjadi krisis ekonomi, para analis dan praktisi ekonomi selalu disadarkan betapa rentannya usaha-usaha tertentu yang berskala besar. Lalu mereka memuji-muji dan memaparkan fakta ketangguhan daya hidup usaha kecil mikro (UKM), usaha yang relatif mampu tetap bertahan, meskipun tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah maupun sektor perbankan. Kekuatan UKM sebagai sektor usaha yang mampu adaptif terhadap perubahan-perubahan bahkan gejolak ekonomi, sudah banyak dibuktikan.
Penganugerahan hadiah Nobel kepada DR. M. Yunus dari Banglades atas usaha memberantas kemiskinan dengan menumbuhkan dan memajukan UKM di negaranya merupakan bukti pengakuan dunia atas peran penting UKM bagi kesejahteraan masyarakat dunia.

UKM
UKM merupakan sektor usaha yang bersentuhan langsung dengan aktifitas ekonomi rakyat sehari-hari. Dalam skala usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang. Sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segala sesuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu wujud komitmen untuk menghidupi keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tak heran sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai yang tidak bankable (tidak memenuhi syarat untuk dilayani kredit perbankan).
Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum, ada pula yang sama sekali tidak.
Ironis memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank.

Menumbuhkan UKM-UKM baru dan melakukan penguatan terhadap UKM yang sudah ada
Sebagaimana diungkapkan diawal tulisan ini, bahwa UKM terbukti relatif tangguh dalam menghadapi badai krisis ekonomi. Kondisi ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya:
·         Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU)
·         Bank Perkreditan Rakyat
·         dan Bank Rakyat Indonesia (BRI)
CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Berbagai pihak telah memainkan peran positifnya dalam menumbuhkan dan mengokohkan sektor UKM, akan tetapi sampai saat ini UKM belum mampu secara signifikan menunjukkan ketidakberdayaannya dalam perekonomian di Indonesia, hanya sebatas potensi yang perlu dikembangkan. Berbagai hambatan dalam pengembangan UKM belum berhasil ditangani secara komprehensif, bahkan seringkali terkesan tumbang tindih hingga dicurigai ditunggangi agenda politik tertentu. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), oleh sebagian pihak dianggap menafihkan pranata ekonomi yang ada dan dicurigai sebagai kebijakan populis menjelang perhelatan akbar politik pada tahun 2009.

Kelebihan Dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah
Kelebihan yang dimiliki Usaha Kecil menengah (UKM) :
·         Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
·         Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil
·         Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis
·         Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Kelemahan yang dimiliki Usaha Kecil dan Menengah (UKM) :
·         Kesulitan pemasaran
Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988) di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor.
·         Keterbatasan finansial
UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.
·         Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.
·         Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia.
Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS.
·         Keterbatasan teknologi
Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global.
Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru.

Ciri-ciri usaha kecil
  • Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
  • Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
  • Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
  • Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
  • Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
  • Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
  • Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

Contoh usaha kecil
  • Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;
  • Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;
  • Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;
  • Peternakan ayam, itik dan perikanan;
  • Koperasi berskala kecil.
Sumber :

Kamis, 07 April 2011

Pembangunan Ekonomi Daerah

Pendahuluan
Indonesia termasuk salah satu negara yang mengadopsi strategi industrialisasi substitusi impor (ISI) yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru terpusat pada pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari sebaran industri manufaktur, dimana lebih dari 80% industri manufaktur Indonesia berlokasi di pulau Jawa. Strategi industrialisasi substitusi impor ini diterapkan Indonesia hingga pertengan dekade 1980. Selama strategi ISI diterapkan Indonesia telah berhasil mengubah struktur ekonominya, dari struktur ekonomi yang semula didominasi oleh sektor pertanian menjadi struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor industri manufaktur. Seiring dengan itu, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mencapai tingkat yang cukup tinggi.

Pengertian
            Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pemngetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999)

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.

Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.

Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan. (Lincolin arsyad, 1999).

Interaksi Ekonomi Antar Daerah
Interaksi ekonomi antar daerah berlangsung melalui perdagangan antar daerah. Daerah yang memperoleh manfaat dari perdagangan tersebut adalah daerah yang nilai ekspornya lebih besar dari nilai impor. Besar kecilnya nilai ekspor tergantung pada harga dari jenis barang yang diekspor dan volume ekspor. Sementara itu, besarnya volume ekspor suatu wilayah tergantung pada tingkat kebutuhan wilayah pengimpor, baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk keperluan produksi. Besarnya kebutuhan impor suatu daerah untuk tujuan produksi, tergantung pada seberapa besar keterkaitan (linkages) antara sektor-sektor produksi di daerah pengimpor terhadap sektor-sektor produksi di daerah pengekspor. Interlinkages, keterkaitan antar sektor antar daerah, menentukan pola ketergantungan ekonomi antar daerah. Ketergantungan ekonomi antar daerah dapat dikelompokkan ke dalam tiga pola.Perta ma , pola “dominan-tergantung” (dependence). Pola ini mempunyai ciri interaksi antara wilayah dominan dan wilayah yang tergantung, di mana wilayah dominan memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam interaksi ekonomi, bahkan cenderung mengeksploitasi wilayah yang tergantung untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi. Dengan demikian, pola ini akan menimbulkan ketimpangan ekonomi antarwilayah yang semakin besar.Kedua, pola “centre-periphery” (konsepinterdependence), di mana sektor industri (moderen) umumnya berada di wilayah perkotaan sebagai wilayahcentre dan sektor primer (tradisional) yang umumnya berada di wilayah pedesaan atau pinggiran kota sebagai wilayahperiphery. Pola ini menunjukkan bahwa wilayahperiphery menghasilkan dan memasok bahan baku (input) ke wilayahcentre, sehingga kemajuan ekonomi wilayahcentre akan menarik kemajuan ekonomi wilayahperiphery ke tingkat yang lebih maju. Hal yang serupa juga terjadi apabila ekonomi wilayah periphery mengalami pertumbuhan maka permintaan akan hasil produksi wilayahcentre akan meningkatkan, yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi wilayahcentre. Pola interaksi semacam ini pun tidak luput dari kemungkinan terjadinya kesenjangan ekonomi antarwilayah, manakala nilai tukar (term of trade) sektor primer semakin rendah.Ketiga, pola yang serupa dengan pola interaksi ekonomi antara sesama negara industri maju. Pola ini menunjukkan interaksi ekonomi antar wilayah yang saling menguntungkan secara berimbang.

Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Arsyad (1999:122-126) Strategi pembangunan ekonomi derah dapat dikelompokkan empat kelompok besar yaitu :
·         Strategi pengembangan fisik/lokalitas
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik /lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pengembangan dunia usah daerah. Secara khusus tujuan strategi pembangunan fisik/lokalitas ini dalah untuk menciptakan identitas daerah, memperbaiki basis pesona (amenity base) atau kualitas hidup masyarakat dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.
·         Strategi pengembangan dunia usaha 
Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.

Beberapa alat untuk mengembangkan dunia usaha ini yakni :
  1. Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha 
  2. Pembuatan pusat informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah untuk segala macam kepentingan terutama mengetahui masalah perizinan, rencana pembangunan ekonomi daerah, pemerintah daerah ketersediaan lahan, izin mendirikan bangunan dan sebagainya. 
  3. Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil 
  4. Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dalam produksi, meningkatkan daya saing terhadap produk-produk impor dan meningkatkan sikap kooperatif antar sesama pelaku bisnis.
  5. Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan. Peningkatan persaingan didunia yang berbasiskan ilmu pengetahuan sekarang ini menuntut pelaku bisnis dan pemerintah daerah untuk secara terus menerus melakukan kajian tentang produk baru, pengembangan teknologi baru, dan pencarian pasar-pasar baru.
·         Strategi pengembangan sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan ketrampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.

·         Strategi pengembangan ekonomi masyarakat
Kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk pengembangan suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa populer sekarang sering juga dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia belakangan ini karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu.


Sumber